Idealnya hubungan cinta tercipta dari interaksi dan hubungan dua arah. Kedua pihak sama-sama merasa saling membutuhkan dan menghargai. Tapi tak sedikit kasus yang tak seperti ini pada kenyataannya.
Dia yang utama
Anda selalu merasa dia paling sempurna. Itu memang tidak salah. Tapi sering kali dia memanfaatkan keadaan dan melakukan tindakan yang selalu membuat Anda merasa tidak berharga. Perlahan-lahan kepercayaan diri Anda turun dan berakhir pada kondisi Anda selalu melihat dia lebih. Sedangkan dia sering memandang diri Anda kurang. Sikap Anda yang terlalu memuja akibat merasa lebih rendah membuat egonya meningkat. Akibatnya, ia tak segan bersikap semena-mena dan Anda terus membiarkan karena merasa apa yang dia lakukan adalah yang terbaik dan selalu benar.
Karena adanya anggapan bahwa dia yang utama, Anda tak segan-segan berkorban untuknya. Bahkan jika itu membuat Anda harus dalam keadaan yang tidak menyenangkan. Demi membelikannya telepon seluler baru, Anda rela mengurangi atau menghilangkan sama sekali anggaran belanja. Padahal telepon Anda sendiri sudah cukup lama tak diganti. Tapi daripada ia kecewa, marah, dan meninggalkan Anda, tak masalah menahan belanja selama beberapa bulan ke depan.
Selamat tinggal pergaulan
Dia adalah yang utama. Dia adalah pusat segalanya. Karena itu tak masalah jika waktu untuk teman-teman atau bahkan keluarga dialihkan hanya untuk dia seorang. Anggapan Anda, dia membutuhkan perhatian dan semakin sering Anda mengorbankan waktu untuknya maka ia akan lebih menyayangi Anda. Tak jarang Anda juga batal menghadiri momen penting sahabat hanya karena dia tak setuju. Daripada membuatnya marah, Anda lebih memilih mengecewakan sahabat.
Tanpa sadar, Anda menjadi teman yang menyebalkan. Anda menjadi teman yang hanya menghubungi saat pasangannya pergi atau sedang sibuk. Di luar waktu itu, jangan harap akan ada kabar dari Anda. Diam-diam dalam hati bahkan tercetus perasaan tak apa-apa dijauhi teman daripada kehilangan si dia.
Paling penting
Keinginannya untuk kuliah di luar kota jauh lebih penting daripada apapun pilihan hidup Anda. Ia selalu membuat keputusan seakan Anda pasti setuju dan menurutinya. Walau harus berpisah, berjauhan, dan tahu membuat Anda banyak berkorban, ia sepertinya tak memperhitungkan apa pendapat Anda. Kesuksesan dia adalah yang utama, sedangkan cita-cita Anda bukanlah hal penting yang harus dipikirkannya.
Anda pun tak menyadari hal ini karena selalu merasa dia yang utama. Asalkan dia senang, Anda pun rela kehilangan cita-cita. Padahal dia juga tak selalu menjamin adanya komitmen apa pun dengan Anda.
Asal dia senang
Memasak masakan kesukaannya, jauh-jauh membeli makanan favoritnya, melakukan berbagai hal yang membuat Anda jungkir balik untuk membuat hatinya senang. Tapi apakah dia pernah melakukan hal yang sama untuk Anda? Hmm, sepertinya tidak. Ucapan terima kasih atau penghargaan pun jarang ia lakukan terhadap usaha Anda yang maksimal. Walau dalam hati kecewa, Anda selalu berusaha menyimpan dalam-dalam perasaan tersebut.
Begitu juga saat terjadi pertengkaran. Salah atau tidak, Anda yang akan selalu memohon maaf dan berusaha membuat dia senang. Hal ini selalu Anda lakukan walau Anda tahu sebenarnya ia berada dalam pihak yang salah. Tanpa sadar, tindakan ini bisa membuatnya kehilangan respek dan mulai menyepelekan Anda.
Menyerah
Semua prinsip hidup Anda bergeser karenanya. Apa pun yang ia minta, Anda seakan tak berdaya untuk menolak walau itu tak sesuai dengan prinsip. Ia bisa mengatakan sesuatu atau menciptakan kondisi yang membuat Anda selalu menyerah. Padahal Anda tahu, beberapa keputusan tersebut akan mengecewakan keluarga atau orang terdekat. Tapi lagi-lagi Anda seakan dibuat tak mampu menolak. Anda juga merasa takut kehilangan dia jika sampai melakukan penolakan. Lagi-lagi dia yang selalu berkuasa atas Anda.
Dia juga sering membuat keputusan tanpa meminta pertimbangan Anda. Walau Anda tak setuju, tapi rasanya tak kuasa untuk melakukan protes. Kalau Anda memberanikan diri untuk protes, hasilnya tetap saja dia yang benar. Misalnya Anda tak setuju akan keputusannya untuk menindik tubuh. Tapi protes Anda seakan tak ada artinya. Tanpa persetujuan Anda, dia pun akan melakukannya. Dalam hati ia tahu kalau Anda takut kehilangan dirinya.
Hubungan cinta seharusnya merupakan proses yang berlangsung dua arah. Kedua pihak harus sama-sama menghormati dan menghargai pribadi pasangan masing-masing. Jika terjadi perbedaan pendapat maka kompromi adalah solusinya. Bukan pemaksaan kehendak yang membuat salah satu pihak merasa tertekan.
Tanya kepada hati kecil Anda, apakah hubungan semacam ini yang Anda inginkan? Apakah Anda benar-benar bahagia atau bertahan hanya karena takut tak bisa mendapatkan pasangan lain yang lebih baik?
Keputusan apa pun terutama yang menyangkut Anda berdua sebaiknya didiskusikan dan atas dasar kesepakatan bersama. Pasangan yang baik akan menghargai Anda sebagai partner yang bisa saling membantu dan mendukung. Jangan terjebak dalam percintaan yang tak seimbang.
Beranikan diri untuk membicarakan kekhawatiran Anda dengan pasangan. Jika tak juga ditemukan jalan keluar, ikuti kata hati Anda. Anda sebagai pribadi juga mempunyai kebutuhan untuk dihormati dan dihargai. Apakah pasangan Anda bisa melakukannya?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar